Kamis, 20 Desember 2018

Kasus Keluhan Pelanggan

KASUS - KASUS YANG TERJADI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE



Assalamu'alaikum Wr Wb.
    Pada sesi kali ini kami akan membuat artikel tentang kasus-kasus yang terjadi dalam transaksi e-commerce. Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika.
    Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita. Internet membantu kita sehingga dapat berinteraksi, berkomunikasi, bahkan melakukan perdagangan dengan orang dari segala penjuru dunia dengan murah, cepat dan mudah. 
     Beberapa tahun terakhir ini dengan begitu merebaknya media internet menyebabkan banyaknya perusahaan yang mulai mencoba menawarkan berbagai macam produknya dengan menggunakan media ini. Dan salah satu manfaat dari keberadaan internet adalah sebagai media promosi suatu produk. Suatu produk yang dionlinekan melalui internet dapat membawa keuntungan besar bagi pengusaha karena produknya di kenal di seluruh dunia.

Buruknya Pelayanan Keluhan Konsumen Tokopedia & Shopee





Pada tiap kasus dalam melakukan transaksi dalam e-commerce, banyak hal yang terjadi terutama yang berhubungan antara pihak konsumen dan pelayanan e-commerce seperti keluhan pengaduan konsumen. Salah satunya pelanggan Tokopedia, Jimmy yang melakukan transaksi pada bulan Juli 2017, "transaksi pembelanjaan dibatalkan karena suatu hal. Limit kartu kredit sudah dikembalikan seutuhnya. Namun yang membingungkan adalah cicilan atas transaksi belum dibatalkan hingga saat ini" ujar sang konsumen yang dikutip dari kompas.com

Ia mengatakan bahwa tidak ada progress nyata dari pihak Tokopedia, "Dari awal saya melaporkan keluhan, CS Tokopedia hanya menginformasikan untuk menunggu hingga billing statement keluar. Saya tidak menerima barang, tapi harus membayar cicilan yang berjalan tersebut"

Setelah diamati kembali, fasilitas keluhan pelanggan Tokopedia hanya terdapat satu jalur yang terintegrasi dalam website-nya seperti Call Center. 

Namun pada bulan Oktober pihak PT.Tokopedia menjawab keluhan sang konsumen tersebut "kami sudah menyampaikan informasi dari bank terkait bahwa per 13 september 2017, pembatalan cicilan atas transaksi sudah berhasil diproses" ujar pihak Tokopedia dari kompas.com

Kasus tersebut merupakan keluhan dalam negeri yang di post pada Kompas.com

Begitupun kasus keluhan konsumen pada e-commerce dari luar negeri salah satu contohnya e-commerce Shopee. Salah satu pelanggan Shopee, Alfin telah melakukan sebuah komplain via e-mail ke Shopee, "Pada tanggal 11 Juli 2017, saya membeli sebuah barang berupa Power Supply Komputer seharga Rp.4.103.100, saya beli menggunakan kartu debit dari Bank BRI, namun setelah 2 hari pihak seller membatalkan pesanan tersebut dan munculah notifikasi pada akun Shopee saya yang menyebutkan bahwa pesanan telah dibatalkan. Saya mencoba menelepon pihak Shopee namun jawaban mereka sangat tidak mengenakan dan tidak profesional serta sangat merugikan bagi saya sebagai konsumen" ujar Alfin pelanggan Shopee.

Ia mengatakan setelah berbicara dengan Costumer Service pengembalian dana akan diproses selama 60 hari kerja sedangkan kebijakan pengembalian dana tertulis 7 sampai 14 hari kerja.

Keluhan tersebut dikutip dari Kompasiana.com yang merupakan keluhan pelanggan Shopee. Kami belum tahu seperti apa tanggapan pihak Shopee terhadap kasus ini. 


Perlindungan Konsumen




Pada kasus kali ini mengenai tipisnya perlindungan konsumen oleh pihak e-commerce, seperti yang ditemukan dalam salah satu web mediakonsumen.com bahwa salah satu pelanggan mengalami tiga kali kekecewaan dari pihak Tokopedia karena tidak melindungi konsumen dengan alasan:

1. Pada transaksi pertama, penjual tersebut menawarkan barang dengan gambar berbeda dengan barang yang dikirim. Model seperti ini banyak sekali di Tokopedia, berdasar hasil diskusi banyak sekali yang komplain. Namun Tokopedia tidak mempunyai kebijakan terhadap penjual yang meng-upload foto barang yang tidak sesuai dengan barang yang dijual. Untuk diketahui bahwa dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 4, bahwa pembeli berhak mengetahui informasi yang benar dan jelas atas barang yang dibeli. Dalam hal ini seolah-olah Tokopedia tidak mencegah atau membiarkan pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen.

2. Atas transaksi kedua, Seller tidak mengirim barang dengan waktu yang sudah disepakati (1 hari). Dalam hal ini pembeli sudah menanggung biaya kurir yang relatif lebih tinggi atas layanan ini demi waktu pengiriman. Apabila seller tidak bisa memenuhi waktu pengiriman, tidak ada fasilitas pembeli yang dapat membatalkan pembelian.

3. Atas transaksi yang ketiga, saya membaca dalam peraturan toko setelah masalah saya muncul. Toko membuat peraturan, apabila barang rusak dalam pengiriman, barang tidak bisa dikembalikan. Padahal dalam kasus ini, bagaimana membuktikan seller mengirim barang yang benar atau memang barang rusak dalam pengiriman?

Atas hal tersebut Tokopedia tidak mempunyai peraturan yang mengantisipasi hal-hal yang jelas merugikan konsumen. Dan pelayanan CS Tokopedia yang memberikan jawaban yang selalu sama, yakni mengecek dan mohon tunggu, menurut saya apabila sudah 3 minggu sudah tidak wajar.

Tiga alasan yang telah dituliskan tadi merupakan salah satu keluhan yang dikutip dari mediakonsumen.com oleh Pram Tiemuzhen.

Aspek Hukum Pada E-Commerce





Pangsa pasar e-commerce di Indonesia memang telah merebak ke berbagai lini, termasuk UKM (Usaha Kecil Menengah). Angka transaksi yang fantastis dari bisnis lewat jaringan #internet ini memang telah memikat siapa saja untuk mencoba peruntungannya. Namun kini bermain di e-commerce tak lagi bisa sembarangan, ada beberapa aturan yang perlu dipahami agar tak tergelincir dalam jerat hukum.

Apalagi saat ini pemerintah sedang serius melakukan penataan dan pengaturan pada dunia e-commerce. Tentu kedepan bisa dipastikan bisnis e-commerce akan memiliki banyak aturan dan hukum yang mengikatnya.

Maka dengan adanya beberapa aturan hukum di e-commerce ini tentu akan menciptakan tantangan tersendiri bagi para pelakunya. Menurut Direktur Pengembangan dan Bisnis Easybiz, Leo Faraytody, pebisnis yang tidak mengetahui dan memahami hukum e-commerce yang ada, maka bukan tidak mungkin mereka akan banyak menemui kesulitan dan kendala.

Lalu apa saja tantangan hukum yang sudah dan akan datang pada dunia e-commerce yang harus dipahami oleh para pelakunya? Berikut ulasannya.

1. Badan Hukum E-commerce di Indonesia

Menurut Leo Faraytody, hal pertama yang perlu dan wajib diperhatikan sebelum pebisnis membuka #e-commerce adalah mengetahui badan hukum usaha yang akan ditetapkan. Untuk menetapkan badan hukum bisnis e-commerce ini tentu saja kecocokan atau kesesuaian harus menjadi dasarnya.

Beberapa hal seperti skala bisnis, modal, target pasar dan strategi yang akan diterapkan menjadi pertimbangan untuk menyelaraskan dengan bentuk badan hukum yang akan ditetapkan. Dengan memiliki badan hukum, maka usaha berbasis e-commerce nantinya akan memiliki identitas yang pasti dan dapat menunjang dan mengantisipasi persoalan hukum yang ada.

Meskipun masih dalam skala kecil, badan hukum merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Ini bukan masalah hari ini saja tapi badan hukum akan memberi hal di masa depan bisnis Anda. Anda bisa membentuk badan hukum CV dengan bekerjasama jika tak punya modal yang cukup, atau langsung bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang lebih kuat dan terpercaya.

2. Tentang Perizinan


Hal kedua yang perlu diperhatikan dan dipahami dalam tantangan hukum e-commerce ini adalah terkait persoalan izin. Perizinan ini memang hal yang seringkali membuat pebisnis malas dan terkadang frustasi karena faktor kerumitannya. Masih belum membaiknya sistem layanan untuk mengurus perizinan di negara ini menjadi hal yang menghambat para pebisnis e-commerce.

Namun meski demikian pebisnis tetap harus mengusahakan masalah perizinan ini. Pelajari bentuk-bentuk perizinan yang wajib dilaksanakan dalam hal menjalankan bisnis e-commerce ini. Dengan adanya izin, Anda tak perlu khawatir lagi nantinya dengan sanksi-sanksi yang ada.

3. Aspek Legalitas


Menyambung soal perizinan, tantangan hukum selanjutnya yang terkait adalah tentang aspek legalitas. Menurut ketua Indonesia E-Commerce Association (IdEA), Daniel Tumiwa, proses legalitas memang akan menjadi pintu masuk bagi para pelakunya untuk mengembangkan bisnis e-commerce-nya. Dalam hal ini, sudut legalitas haruslah menyentuh hingga dimana tanggung rentengnya, iklan barisnya, sinkronisasi regulasi lintas departemen supaya tidak tumpang tindih.

Atas dasar itu, Daniel telah mengusahakan dengan memberikan masukan kepada pemerintah yang tengah menyusun peraturan berkaitan dengan bisnis e-commerce ini agar legalitas bisnis e-commerce tidak memberatkan para pelakunya.

4. Bentuk Perlindungan Hukum


Tantangan hukum berikutnya yang perlu dicermati dalam bisnis e-commerce adalah tentang perlindungan hukum. Para pelaku bisnis e-commerce dalam aktivitasnya memang harus melindungi aset-aset mereka maupun dari segi bisnisnya sendiri.

Hal ini dilakukan agar tidak terjadi persoalan hukum di kemudian hari setelah bisnis berjalan cukup lama. Dengan mengantisipasinya sejak awal, Anda akan save dan termasuk menghemat biaya yang bisa saja dikeluarkan oleh pelaku bisnis jika terjadi masalah hukum.

5. Transaksi E-Commerce

Terakhir tantangan hukum yang harus siap dihadapi pebisnis e-commerce adalah berkaitan dengan transaksi e-commerce. Menurut Daniel Tumiwa, transaksi e-commerce di Indonesia ini wajib menggunakan rupiah.
Selain itu, Daniel juga berharap bahwa pemerintah nantinya bisa memberikan porsi bagi investasi asing yang ingin berinvestasi dalam bisnis e-commerce. Dengan cara ini Daniel yakin akan bisa membuat bisnis e-commerce Indonesia tak lagi masuk kategori daftar negatif investasi.

Transformasi Bisnis Dari "Brick and Mortar" Menjadi E-Company



Brick and Mortar adalah proses penjualan atau sistem bisnis dimana konsumen melakukan transaksi (memilih, membeli, dan mendapatkan barang) pada toko-toko atau dealer-dealer dengan mendatangi tempat secara langsung.
Mentransformasikan toko “brick-and-mortar” menjadi e-company adalah keputusan yang sangat bijak dan menguntungkan. Perkembangan internet yang semakin pesat membawa perubahan cara masyarakat berbelanja dan gaya bisnis beroperasi. Sebuah toko online dapat didirikan tanpa harus memikirkan lokasi fisik toko tersebut dan ancaman dari toko “brick-and-mortar” tradisional lainnya. Toko “brick-and-mortar” adalah sebuah toko yang memiliki toko fisik dan proses jual beli hanya dilakukan secara offline.
Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebelum membuat bisnis menjadi e-company:

1. Persiapkan Website/Berkejasama dengan Marketplace

Kualifikasi mendasar ketika mengoperasikan bisnis e-company adalah adanya website dan shopping cart. Jika tidak memiliki website atau shopping cart, alternatif lainnya yaitu dengan berjualan di marketplace seperti tokopedia. Pastikan toko online nya mudah dicari di mesin pencarian sehingga semakin banyak pelanggan yang berkunjung ke toko online.

2. Persiapkan Inventory & fulfillment

Hal yang harus diperhatikan selanjutnya adalah ketersediaan inventory. Berjualan secara online dapat menimbulkan masalah ketika produk ternyata tidak tersedia secara offline. Solusinya adalah dengan memberikan batasan jumlah produk yang memungkinkan untuk dijual secara online.

3. Adanya Shipping Department

Proses pengiriman dan pengaturan distribusi produk akan menjadi rintangan ialah ketika telah menjadi bisnis eCommerce yang kompleks. Proses pengiriman dan logisitik produk harus lebih diperhatikan. Sebagian besar bisnis eCommerce kini sudah berani memulai usahanya tanpa memiliki shipping department, dan dapat mengantarkan pesanan pelanggan dengan menggunakan jasa perusahaan pengiriman barang seperti JNE, RPX atau First Logistic.

4. Adanya Sumberdaya Teknologi

Sebaiknya perlu merekrut seseorang yang memiliki pengetahuan cukup baik mengenai teknologi. Orang tersebut tidak perlu seorang ahli eCommerce, namun cukup diandalkan untuk dapat menangani website sehingga mampu bersaing dengan toko online lainnya. Sumberdaya teknologi yang dimiliki setidaknya memiliki latar belakang pengetahuan tentang dunia eCommerce, bagaimana membuat dan mengoperasikan online shopping cart dan mengerti bagaiamana cara pengiriman data ke marketplace.

5. Adanya Sumberdaya Marketing

Kegiatan online marketing untuk e-company dan produk yang dijual harus menjadi prioritas pertama untuk membangun sebuah e-company yang sukses. Sama seperti toko “click-and-mortar”, toko online juga membutuhkan iklan untuk dapat terus berjalan diatas persaingan ketat dengan para kompetitor. Harus mempertimbangkan biaya untuk merekrut pegawai baru untuk menangani persoalan online marketing bisnis e-company.

6. Tetapkan Visi Jangka Panjang untuk Perkembangan Bisnis

Menjalankan sebuah bisnis e-company sama saja seperti membuka sebuah bisnis “brick-and-mortar” baru. Tentu hal tersebut membutuhkan waktu dan usaha untuk mengembangkan toko online menuju kesuksesan. Meskipun demikian, terjualnya 100 produk online dalam 1 hari ditambah hasil penjualan toko offline akan sangat menguntungkan. Menjual hanya 1 produk online dalam waktu 1 hari, 1 minggu, atau bahkan 1 bulan akan sangat membantu bagaimana bisnis e-company menjadi tumbuh besar dan sukses.
Referensi : 
1. kompas.com
2. kompasiana.com
3. mediakonsumen.com
4. www.maxmanroe.com/pebisnis-e-commerce-di-indonesia-wajib-faham-5-aspek-hukum-berikut-ini.html
5. blog.midtrans.com
6. andryaldiano-andry.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasus Keluhan Pelanggan

KASUS - KASUS YANG TERJADI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE Assalamu'alaikum Wr Wb.     Pada sesi kali ini kami akan membuat ar...